Selasa, 17 April 2012

Tetesan di Dedaunan JIWA

Jangan kau teteskan air mata di atas daun-daun jiwa ini
Karena ia akan menjadi duri dalam perjalanan nanti
Relakan kumenghilang bersama redupnya mentari
Nun di jauh di dermaga, bahtera sudah menanti

Engkau berkata...,
"Untuk apa pergi kalau disini Ku masih mencintai?"
Aku menjawab...,
"Bersabar dan setialah di sini, aku pergi untuk kembali
jujur kuakui, jiwaku tak pernah menghendaki perpisahan ...ini
Tapi bila taqdir telah memutuskan dan menggariskan bawahi,
bahwa kehidupanku berselimutkan lara
bertilam derita dan berbantalkan duka nestapa,
dapatkah aku bersabar bila taqdirku nantinya akan mempengaruhi takdirmu?
Tidak, tidak kekasihku, aku tak akan rela dengan semua itu"

Kalau memang itu pahit racun biarlah aku yang minum
Kalau memang itu nestapa biarlah aku yang tanggung
Karna aku sudah biasa dengan derita menggunung
Hujaman pahit getir yang naik turun bersambung

Boleh dikata...,
Derita adalah makan siangku
Derita adalah sarapan pagiku
Bahkan telah senada seirama dengan keluar masuknya napasku

Oleh karena itu, lambaikanlah tanganmu
Bungai dengan peluk cium cinta kasihmu
Jangan ucapkan selamat berpisah
Tapi ucapkanlah kita berpisah untuk berjumpa
Dalam suasana yang sama tapi beda
Ceria, bahagia penuh mesra dan canda tawa


******* Oleh: Jay al-Afghan
(musafiR-ciNta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar