Kisah

PENGORBANAN SEORANG IBU
Oleh: Kholil Umar

Ibuku hanya memiliki satu mata. Aku benci karena itu sangat memalukan. Ayahku meninggalkan kami ketika aku masih berusia dua bulan. Dan ibu tak pernah memberitahu alasan kenapa ayah meninggalkan kami.
Suatu hari ketika aku masih duduk di Sekolah Dasar, Ibuku datang menjemputku ke sekolah dan mengucap salam kepadaku.  Aku mengacuhkannya dan langsung berlari meninggalkannya. Aku malu karena teman-temanku menertawakan ibuku.
Hingga tiba di rumah aku tak mau mengajak ibu bicara. Aku marah dan menangis “bagaimana mungkin ibu berani datang ke sekolahku hingga aku merasa malu”. Hingga saat itu aku berjanjji dalam hati untuk belajar sungguh-sungguh agar pintar dan bisa melanjutkan sekolahku ke kota lain. Sehingga aku bisa jauh – jauh dari ibuku yang bermata satu.
Keinginanku tercapai. Tamat SMA aku mendapat beasiswa untuk kuliah di sebuah PTN di bandung. Aku merasa bahagia dan “Merdeka” karena bisa menjalani hidupku tanpa rasa malu lagi.
Di Bandung, aku kuliah sambil bekerja di sebuah Perpustakaan Daerah. Hal ini membuatku senang, karena selain dapat ilmu, aku juga bisa membiayai hidupku sendiri. Selama 4 tahun kuliah di rantau orang, sekalipun aku tak pernah pulang.
Tamat kuliah aku diterima di sebuah perusahaan bergengsi dan mendapat jabatan yang sangat bagus. Setahun kemudian aku menikah dan dikaruniai anak-anak yang lucu.
Selama 10 tahun menjalani kehidupanku di rantau orang, sedikitpun aku tidak pernah terkenang dengan ibuku disana. Aku bahagia dengan hidupku sekarang.
Suatu hari di Minggu yang cerah, ketika aku dan keluarga sedang bersantai di rumah. Betapa kagetnya aku ketika melihat seorang tua datang ke rumahku. Dan aku kenal dengan wanita itu, dia itu ibuku. Melihatnya, awalnya anak-anakku tertawa lalu kemudian menangis ketakutan.
Aku marah. “Kenapa kamu datang kesini..!!! Lihat,, anak-anakku ketakutan melihatmu. Lebih baik sekarang ibu pergi dari sini..!!”. Ibuku terdiam sejenak. “Maaf nak, ibu Cuma rindu pada anak ibu satu-satunya. Ibu tak berniat mengganggu ketenanganmu dan keluargamu. Iya, Ibu akan pergi. Tapi tolong kamu terima oleh-oleh ibu ini nak..!! sambil mengulurkan sesumpit Salak. “Ya udah aku terima, tapi tolong ibu pergi sekarang… karena anak-anakku takut melihat ibu..!!. Dan ibukupun pergi tanpa sepatah kata.
Setahun setelah kejadian itu, oleh perusahaanku aku ditugaskan untuk observasi ke daerah Sumatera Utara. Dua minggu lamanya aku ditugaskan disana. Hari terahir aku disana, aku menyempatkan diri untuk datang ke rumahku dulu. Apalagi kabarnya Ibuku sudah 6 bulan yang lalu meninggal dunia. Tidak ada salahnya rumah ibuku kujual saja daripada nanti tidak terurus.
Aku sejenak terdiam ketika memandangi seisi rumahku yang sudah berdebu. Tiba-tiba tetanggaku masuk. Dia memberiku sepucuk surat, katanya titipan dari Ibuku sebelum Ia meninggal dunia.
“anakku tersayang,, Ibu memikirkanmu sepanjang waktu, dan sangat merindukanmu meski kau sebenarnya tak pernah merindukan Ibu. Ibu menyesal telah membuat anak-anakmu ketakutan waktu itu. Maafkan Ibu nak… Karena hampir disepanjang hidupmu, Ibu telah membuatmu merasa malu. Andai waktu kecil dulu kamu tidak mengalami gangguan penglihatan pada sebelah matamu, mungkin Ibu tidak akan seperti ini. Ya, Demi kamu anakku yang paling kucintai, Ibu donorkan sebelah mata Ibu, asalkan kamu bisa melihat seperti halnya anak-anak yang lain. Hingga di akhir hayat Ibu, Ibu tetap bangga meski tak bisa menemani sepanjang hidupmu. Setidaknya Mata Ibu ada untukmu dan telah banyak membantumu hingga saat ini. Semoga kamu bahagia nak..!!  Wassalam…