Kau palingkan wajah begitu mendengar kata cinta
Seolah cinta bagimu musuh bebuyutan yang nyata
Bukankah cinta adalah awal dan sebab segalanya
Berlalunya hari tidak akan memudarkan gita cinta (Jay)
Seolah cinta bagimu musuh bebuyutan yang nyata
Bukankah cinta adalah awal dan sebab segalanya
Berlalunya hari tidak akan memudarkan gita cinta (Jay)
Tapi gita cinta memudar warna dibalik sukma
Memucat kusai terhisap darah durja
Bagai mati nafas satu-satu tereja
Tiada matahari penyesuk hampa (mo')
Memucat kusai terhisap darah durja
Bagai mati nafas satu-satu tereja
Tiada matahari penyesuk hampa (mo')
Bila harapan berbuah hampa
Tentu jiwa akan meriang merana
Tapi ingatlah...!
Dibalik malam yang kelam
Siang terjuntai terang benderang (Jay)
Tentu jiwa akan meriang merana
Tapi ingatlah...!
Dibalik malam yang kelam
Siang terjuntai terang benderang (Jay)
Memang terselip asa dibalik malam bergumam
Berbisik asmara terjerat subuh yg suram
Engkau katakan akan berkaca pada malam
Padahal engkau tahu malamku sgt kelam mencekam (mo')
Berbisik asmara terjerat subuh yg suram
Engkau katakan akan berkaca pada malam
Padahal engkau tahu malamku sgt kelam mencekam (mo')
Oh...
Aku tak tau lagi bagaima menghibur gundahmu
Kau tau juga bahwa laraku perih mendemam pilu
Dalam pekat malam ini ku hanya diam membisu
Berkaca dalam bayang yang menghitam kelabu (Jay)
Aku tak tau lagi bagaima menghibur gundahmu
Kau tau juga bahwa laraku perih mendemam pilu
Dalam pekat malam ini ku hanya diam membisu
Berkaca dalam bayang yang menghitam kelabu (Jay)
Kalau gundahmu begitu kelabu
Dengarkanlah rintihku berwarna abu-abu
Hingga langit bergetar ragu
Atas tindih ringkih yg selalu menderu (Mo')
Dengarkanlah rintihku berwarna abu-abu
Hingga langit bergetar ragu
Atas tindih ringkih yg selalu menderu (Mo')
Jujur...
Bukannya ku takmau dengar rintih raungmu
Yang menggema disudut-sudut malam bisu
Berdentam-dentam bagai suara tabuh
Waktu malam merambah jelang subuh
Engkaulah sahabat karibku...
Tapi ku telah melumuri matamu dengan air mataku
Hingga kepahitan semakin getir dalam jerit raung pilu (Jay)
Bukannya ku takmau dengar rintih raungmu
Yang menggema disudut-sudut malam bisu
Berdentam-dentam bagai suara tabuh
Waktu malam merambah jelang subuh
Engkaulah sahabat karibku...
Tapi ku telah melumuri matamu dengan air mataku
Hingga kepahitan semakin getir dalam jerit raung pilu (Jay)
Sahabatku... usah engkau sedih lagi
Gundahmu telah menoreh parut di sekujur kalbu
Bagaimana engkau berkisah padahal setiap tetes laramu
Selalu menghujam di pangkuan durja terpatri (mo')
Tidak ada komentar:
Posting Komentar